الجمعة، رمضان ١٨، ١٤٢٦

Cerita Dari Pusat Peradaban Islam - PART 4

RAMADHAN BUKAN BEBAN
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Belajar dari pengalaman selama 20 kali Ramadhan di Jakarta dan dibandingkan dengan 17 Hari Umrah sekaligus pulang kampung di Jeddah-Makkah-Madinah, suasana Ramadhan disana jauh lebih terasa ketimbang di Jakarta. Salah satu faktornya yang saya perhatikan bahwa Ramadhan di Jakarta selama ini hanya dijadikan sebagai beban (bahkan kadang tanpa makna, arah dan tujuan). Segala sesuatu yang namanya "beban" akan menjadi berat, kadang pula menjadikan diri kita cepat emosi dan justru pada bulan Ramdhan yang muncul adalah banyak sekali letupan konflik. Belum lagi beban duniawi justru meninggi di bulan suci Ramadhan ini bahkan tidak jarang pula yang stress :( suatu hal yang ironis.

Berbeda sangat jauh dengan Jakarta, Ramadhan di 3 kota di Saudi (Jeddah, Makkah, Madinah) betul betul sangat kondusif, khusuk serta sangat tenang dan sangat menyenangkan.

Mengapa demikian ?

Sebagaimana telah diceritakan pada bagian sebelumnya, bahwa Masyarakat Timur Tengah, selama bulan Suci Ramadhan akan lebih mengutamakan ibadah kepada Allah SWT ketimbang aktifitas dunia, bahkan tidak jarang pula yang meninggalkan segala aktifitas duniawinya dan berkonsentrasi penuh pada ibadah termasuk beritikaf di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi maupun dimasjid masjid lainnya. Seluruh target duniawi akan diselesaikan sebelum masuk Ramadhan atau seusai Idul Fitri. Mereka umumnya sangat tidak mau diganggu dengan urusan bisnis selama Ramadhan.

Pada bulan ini pula, aktifitas dunia seperti berdagang (termasuk toko makanan) pun akan dimulai pada sore hari Usai Salat Asar hingga jelang Subuh, sehingga sepanjang malam suasana Ramadhan benar benar terasa. Tidak jarang, bahkan boleh dikatakan orang yang jarang keluar rumah sekalipun, akan keluar rumah di malam hari di Bulan Ramadhan usai Taraweh hingga Subuh, termasuk untuk jalan-jalan, shopping maupun untuk beribadah. Dan Usai Salat Subuh hingga Dhuhur dan Asar kebanyakan aktifitas perdagangan justru tutup. Semua PAHAM ATURAN.

Sehingga yang terjadi adalah suasana yang betul betul santai selama Ramadhan (tidak dikejar waktu). Selain itu, nilai nilai Islam sangat diterapkan dalam kehidupan keseharian seperti berbusana menutup aurat bagi kalangan wanita, TIDAK ADA yang makan minum sembarangan apalagi merokok disiang hari sekalipun Dispenser air minum ada dimana mana (termasuk didalam Masjid) dan semua orang bersikap ceria dan bahagia menyambut Ramadhan.

Salah satu contoh ibadah yang juga santai dilakukan adalah Taraweh dan Tahajjud di 10 akhir Ramadhan. Pelaksanaan Taraweh maupun salat Tahajjud dan Witir betul betul dilaksanakan secara santai selama hampir 2 jam (dimadinah bahkan sampai 2,5 jam). Ditilik lebih jauh lagi, disela sela pelaksanaan taraweh pun, banyak orang yang meletakkan gelas air minum ditempat salatnya, ini dimaksudkan bila jamaah tsb mengalami kehausan tinggal langsung meneguk air. Pelaksanaan Taraweh, Tahajjud maupun Witir ibarat kita ingin melaksanakan suatu perjalanan panjang yang sangat jauh, sehingga segalanya dipersiapkan dengan matang, termasuk siaganya sejumlah Ambulans disekitar komplex masjid Nabawi.

Disela sela kesempatan berdagangpun, sangat sering dijumpai para pedagang yang membaca Alqur'an. Bahkan termasuk para Askar (Tentara Masjidil Haram & Masjid Nabawi) dan petugas kebersihan Masjid, disela sela kesibukannya masih sempat membaca Alqur'an.

Toko-toko yang diluar bulan Ramadhan banyak memutar lagu lagu untuk menarik pelanggan mereka, di Ramadhan mereka ganti dengan Bacaan Qur'an dan hampir tidak ada toko yang memutar musik dibulan Ramadhan. Begitupula dengan tontonan TV masyarakat disana yang sangat menghindari musik sekalipun dimalam hari.

Namun ada aktifitas lain yang justru unik terjadi: karena masyarakat sana memang sangat tergila gila dengan olahraga khususnya bola, tidak jarang mulai usai Taraweh hingga subuh banyak yang bermain bola.

Suatu suasana yang begitu unik...selama 20 tahun saya tidak pernah menjumpai Ramadhan yang seperti ini dan sangat bermakna ini. Inilah dimana Ramadhan dijadikan bagian dari GAYA HIDUP (Life Style) dan bukan justru menjadi beban.

Yang terlihat di Jakarta adalah, Ramadhan masih pada level beban dan bukan pada level Life Style, sehingga segala sesuatunya menjadi sangat terikat. Banyaknya aktifitas dunia yang justru meningkat dibulan Ramadhan, justru menjadikan kita lalai beribadah. banyak pula yang saking RAKUSnya tetap membuka warung makan disiang hari dan malah pada malam hari mereka tutup :( Banyak pula yang tetap memutar lagu lagu keras dan bahkan berpesta (kadang agamapun dijadikan bahan nyanyian) sekalipun dimalam hari bulan Ramadhan, padahal Ramadhan dianjurkan untuk banyak beribadah, membaca Qur'an.

Yang lebih aneh lagi disini adalah: dibulan Ramadhan pun konflik cenderung meningkat bahkan tidak jarang berakhir dengan perang antar kelompok yang seolah menjadi tradisi tahunan..suatu ironis yang betul betul BERTENTANGAN dengan nilai Ramadhan itu sendiri.

Semoga Insya Allah bangsa ini bisa lebih baik kedepannya agar jangan sampai dengan sikap kita yang ada sekarang, justru akan mendatangkan KEMARAHAN, KEMURKAAN dan AZAB ALLAH SWT.

Mari kita belajar dari Pusat peradaban Islam Dunia (Makkah - Madinah)

Wassalammualaikum,
Ahmad Alkazimy